Learn Forever

Arsip Penulis

Rekans,

Untuk mempermudah mengingat judul blog, saya pindahkan isi blog saya ini ke :

http://belajardikampus.wordpress.com

“Apa bedanya kuliah di kampus dan sekolah di SMA?”, demikian tanya saya pada mahasiswa baru jurusan kami.

“Jam kuliahnya Pak! Banyak yang bolong – bolong”, “Dosennya mengajar sedikit saja, tidak detail. Lain dengan guru yang menjelaskan semuanya.” Demikian jawab beberapa mahasiswa saya.

Hmm.. Saya teringat saat – saat awal saya kuliah, pikiran saya persis sama dengan mereka. Banyak banget perbedaannya!
Dan saya hampir – hampir tidak punya sumber untuk bertanya (atau mungkin saat itu saya malas bertanya 🙂 ).

Setelah merenung dan membandingkan saat – saat saya masih sekolah, kuliah (S1 dan S2), serta pengalaman menjadi dosen, saya menyimpulkan paling tidak ada 6 hal yang menjadi “rahasia” supaya saya (atau siapapun) bisa sukses di kampus. Sukses bukan hanya dari sisi akademis, namun juga dari sisi non akademis yang ternyata jauh lebih penting. Berikut ini 6 rahasia yang harus diketahui :

  1. Tujuan kuliah yang benar
  2. Minat yang kuat
  3. Sikap – sikap pribadi yang benar
  4. Hubungan baik dengan orang lain
  5. Stratategi belajar yang tepat
  6. Ketrampilan belajar yang handal

Saya akan coba untuk menjelaskan satu per satu di posting – posting berikutnya. Jika anda sudah tidak sabar, berikut file presentasi saya di camp maba Elektro kemarin. Semoga berguna..

Presentasi “Realita Mahasiswa di Kampus”

“Pernahkah Anda merasa tidak bersemangat dalam belajar?”, tanya saya pada mahasiswa – mahasiswa di kelas saya.

Hampir semua dari mereka (kecuali yang malu atau jaim) menganggukkan kepala.

“Kenapa?”, lanjut saya. “Bosan”, “ngantuk”, “lapar”, jawab mereka sambil diselingi tawa.

…………………………

Well, tentunya kehilangan semangat dalam belajar pernah kita alami. Kadang – kadang kita seperti tidak bernafsu sama sekali untuk membaca buku ataupun mendengarkan dosen yang sedang menjelaskan materi perkuliahan. Kenapa?

Dalam buku Quantum Leaning disebutkan bahwa hal di atas terjadi karena kita tidak punya MINAT yang KUAT untuk mempelajari sesuatu. Kita tidak bisa melihat MANFAAT dari mempelajari sesuatu (apalagi jika sesuatu ini adalah hal yang sulit dipelajari).

Jadi, kita harus menentukan dulu apa manfaatnya bagi kita dalam kehidupan sehari – hari, ataupun untuk masa depan kita. Misalkan, kalau kita belajar Bahasa Inggris, kita bisa membayangkan betapa bergunanya ketrampilan itu jika kita bekerja di perusahaan yang memiliki banyak client orang asing. Atau kita bisa membayangkan suatu saat bisa mengambil studi lanjut di salah satu negara Eropa.

Intinya, temukanlah MANFAATnya dan bangunlah MINAT Anda!

Buku yang sama menyatakan bahwa minat ini bisa dimunculkan, dilatih bahkan digali jika kita memang merasa sama sekali tidak tertarik. Mungkin mirip dengan peribahasa Jawa “witing tresno jalaran soko kulino”.

Akhirnya, selamat belajar dengan bersemangat!

===========================

Berikut ini file presentasi yang saya buat untuk topik ini. Semoga berguna!
2-bagaimana-supaya-bersemangat-dalam-belajar

Apakah Anda pernah merasa buntu saat belajar sendiri? Seperti kehilangan motivasi, semangat, dan ide – ide baru? Well, saya baru saja mengalaminya dengan pengerjaan thesis saya. Rasanya tidak ada gairah untuk menyentuh dan mengeksplorasi topik tersebut (tentang robot learning).

Namun hari ini saya mendapat suntikan semangat baru..

Bagaimana caranya? Ternyata salah satu cara yang ampuh untuk mengusir kebosanan dan mood yang buruk adalah BERDISKUSI (dan SALING BELAJAR) dengan ORANG LAIN yang memiliki minat yang sama dengan kita!

Saat teman saya ini menceritakan pengalaman, eksplorasi, kesenangan, kesedihan, dll saat dia sedang mengeksplorasi topik yang sama, secara tidak sadar, minat dan gairah saya pun muncul kembali. Saya seperti tersadar, “ternyata ada juga orang yang mati – matian mempelajari hal ini, bahkan mungkin lebih dari saya..”

Selanjutnya saya juga tertantang untuk bisa menyamai (bersyukur kalau bisa melebihi – berkompetisi sehat) teman saya ini. Saya juga menjadi punya ide – ide baru, baik yang muncul dari dia, maupun yang tiba – tiba muncul di kepala saya. Mungkin itu kenapa proses curah pendapat di sebut dengan “brain-storming”, dimana isi otak kita itu harus ada badainya dulu sehingga mampu berpikir kreatif :).

Jadi mulai sekarang, kalau mengalami “mentok” dalam belajar, jangan stres dan langsung mundur. Coba cari teman – teman yang memiliki minat yang sama (dan bersemangat mengejarnya), niscaya Anda akan mendapat semangat baru!

Sejak kecil, saya (nggak tahu kenapa) senang belajar. Mungkin karena orang tua saya getol sekali mengajar saya membaca, walhasil sedari TK saya sudah bisa membaca (pengalaman pertam : saya membaca pidato perpisahan TK dan sukses membuat para ibu menangis 🙂 ).

Next, papa dan (almh.) mama saya hampir selalu memberikan oleh – oleh buku bacaan saat mereka pergi ke luar kota (maklum saya tinggal di Trenggalek yang “tidak ada” toko bukunya). Jadi komik – komik superhero dari dalam negeri (Gundala, Godam, Sabu, dll) dan luar negeri (Batman, Hawkman, Superman, Voltus, dll), komik – komik wayang (waktu itu seru sekali!), juga beberapa novel Trio Detektif sempat saya baca. Well, untuk ukuran anak desa seperti saya, it’s good enough.

Saat mulai SD, orang tua sering minta saya untuk menjaga toko jamu di depan rumah kami. Biasanya saya bawa buku sekolah dan mengerjakan PR sambil memberi kembalian. Saat akan ujian, biasanya Papa saya selalu membangunkan saya jam 4 atau setengah 5 pagi, membuatkan teh hangat dan menyiapkan sebaskom air (untuk menyeka wajah supaya nggak ngantuk 🙂 – thank’s pa). Dan saya belajar..

Saat SMP dan SMA, saya mulai mengenal Alkitab. Tidak tahu kenapa, saya merasa lebih tenang jika membaca Alkitab dulu sebelum belajar (gak boong lho). Akhir – akhir ini baru saya sadari bahwa teori pembelajaran menyatakan kalau kita belajar paling baik saat kondisi hati kita tenang. Wow, that’s a great thing..

Jadilah saya senang belajar (kalo tidak at least senang membaca). Meski prestasi saya bukan yang terbaik, tapi saya menikmati proses belajar (meski juga belum optimal sekali), dan berani mengatakan “saya senang belajar!”.

Jadi, bagaimana pengalaman belajar Anda?

“Mengapa Anda belajar?”. Saat pertanyaan itu saya lontarkan kepada mahasiswa, maka dengan segera berbagai jawaban mengemuka. Yang paling banyak ialah bahwa dengan belajar (kuliah), dirinya akan memperoleh ilmu yang diperlukan untuk nantinya akan dijadikan modal dalam bekerja. Namun saat saya ajukan pertanyaan kedua, “memangnya Anda yakin akan memperoleh kerja di bidang X saat Anda lulus nanti?”, biasanya, dari pendidikan atau pembelajaran itu sendiri.

Biasanya sang mahasiswa akan terlihat sedikit bingung dan ragu (sebagian sambil menggaruk – garuk kepala) akan menggeleng pelan. “Jadi untuk apa Anda susah – susah belajar jika nantinya Anda tidak yakin akan bekerja dalam bidang yang sama?”.

…………………………………………………………………………………………….

Saat kita memikirkan bersama tujuan belajar ataupun bersekolah di sekolah formal, maka dengan cepat yang melintas dalam pikiran kita adalah alasan ekonomis. Sekolah untuk dapat gelar (dan ilmu mungkin), gelar bisa dipakai untuk mencari kerja, pekerjaan saya akan menghasilkan uang. Selesai.

Jika semua mahasiswa berpikir pragmatis seperti ini, mungkin mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan, pekerjaan dan uang. Namun mereka kehilangan hal besar, makna sebenarnya dari belajar. UNESCO menyatakan bahwa ada 4 pilar pendidikan yaitu :

1. Learning to know

2. Learning to do

3. Learning to be

4. Learning to live together

Dimana hasil akhir dari 4 pilar pendidikan di atas ialah kemampuan seseorang untuk melakukan life long learning (belajar seumur hidup).

Secara sekilas kita dapat melihat bahwa ilmu pengetahuan secara teknis (yang biasanya menjadi tujuan utama dari mahasiswa) hanyalah seperempat dari tujuan keseluruhan pendidikan. Tidak ada separuh! Hal ini berarti bahwa setiap pelajar (siswa, mahasiswa) dan pengajar (guru, dosen) harus mengejar dan mengajar 3 tujuan yang lain.

Learning to do berarti bahwa mahasiswa tidak hanya tahu, namun harus belajar melakukan (dengan tekanan yang berbeda antara pendidikan S1 dengan vokasi), baik dalam laboratorium, maupun di tempat dan media lainnya.

Learning to be berarti bahwa mahasiswa harus dapat bersikap sebagai seorang pribadi dengan watak – watak yang dewasa, jujur dan berintegritas dalam melakukan segala sesuatu. Kepandaian tidak pernah mengalahkan watak.

Learning to live together berarti bahwa mahasiswa harus belajar untuk hidup bersama. Ia harus mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari sebuah komunitas, bukan pemain tunggal yang dominan dan egois.

“Belajar bukanlah mengikuti kuliah.

Belajar juga bukan saat mendengarkan dosen mengajar.

Belajar ialah saat diri Anda sendiri memutuskan untuk belajar dan memahami suatu permasalahan.

Belajar ialah pilihan (dan tanggung jawab Anda) sendiri..”

handy 🙂

Bagaimanakah cara belajar paling baik?

Tentu setiap kita punya jawaban dengan versi masing – masing. Menurut saya, cara belajar yang baik adalah dengan membaca dan memahami buku atau sumber belajar yang lain. Standard ya..

Namun ada cara yang lebih baik lagi, yaitu dengan menuliskan ulang dengan bahasa sendiri (membuat resume) artikel atau buku yang sedang kita pelajari. Karena dengan membuat resume, kita akan menemukan ide pokok, benang merah, bahkan pengembangan – pengembangan ide yang disampaikan sang penulis. Hal tersebut juga baik sebagai bahan rekaman milik kita, yang bisa diputar ulang setiap saat. Saya sendiri sering kecewa saat kehilangan pengertian inti dari sumber belajar yang pernah saya mengerti sebelumnya.

Tapi masih ada satu lagi cara yang lebih baik. Dan menurut saya ini yang terbaik. Apakah itu?

Cara yang terbaik ialah mengajarkannya kembali pada orang lain. Apalagi jika Anda membuatkan semacam presentasi untuk orang tersebut. Dengan cara ini Anda bukan saja mengekstrak pengetahuan dan menuliskannya, namun juga membuatnya mudah dipahami orang lain (untuk melakukan ini Anda harus benar – benar paham, tidak bisa kulitnya saja). Hal lain adalah Anda harus siap menjawab jika muncul pertanyaan – pertanyaan dari sudut pandang orang lain yang tidak (akan) pernah muncul dari benak Anda sendiri.

Itu sebabnya, (menurut saya) profesi sebagai pengajar sangat menolong si pengajar itu sendiri untuk semakin memahami suatu topik, ya karena pertanyaan – pertanyaan yang memperkaya dari para murid. Semakin kreatif dan pintar murid, (harusnya) sang pengajar makin senang dan tertantang.

Saya sendiri ingat pengalaman saat menjadi asisten laboratorium, pertanyaan – pertanyaan para mahasiswa saya (mau tidak mau) membuat saya berpikir ulang tentang suatu topik (saat itu tentang kontroler PID). Dan saat itulah saya dapatkan pemahaman yang jauh lebih dalam tentang topik tersebut.

Pengalaman lain ialah saat belajar Firman Allah, Alkitab (saya seorang Kristen). Pemahaman dan keingintahuan saya makin bertambah dengan berdiskusi dan menjawab pertanyaan adik – adik yang saya bimbing.

Wow!

“The best way to learning something is teaching it to someone” – Handy 🙂


"Kesuksesan yang anda cari hanya timbul jika anda memberikan kontribusi penting dan positif bagi dunia dengan MENJADI DIRI ANDA SENIDIRI." - Bobby DePorter (Quantum Success)

Komentar terbaru

Iwan Njoto Sandjaja pada Mengapa Anda Belajar?

Arsip

Blog ini dikunjungi

  • 249 kali

Paling populer

  • Tidak ada